Tumbuhkan Investasi, Pengusaha Alkes Dorong Sinkronisasi Regulasi

Tumbuhkan Investasi, Pengusaha Alkes Dorong Sinkronisasi Regulasi

Sinkronisasi regulasi dinilai tetap menjadi ganjalan rendahnya investasi di sektor alat kebugaran dalam negeri. Gabungan Perusahaan Alat-Alat Kesehatan dan Laboratorium (Gakeslab) mencatat realisasi investasi dalam 2 tahun terakhir menggapai Rp500 miliar, dan rancangan Rp1,7 triliun untuk dua tahun mendatang. Sekretaris Jenderal Gakeslab Randy Teguh menjelaskan bahwa konsistensi dan sinkronisasi regulasi yang tetap disorot, yakni berkenaan izin edar dan tingkat komponen dalam negeri (TKDN). “Beberapa pengadaan mengharuskan ada standar nasional Indonesia [SNI].

Padahal telah ada izin edar,” katanya di Jakarta, Selasa (12/10/2021). Penerbitan izin edar oleh Kementerian Kesehatan, lanjutnya, telah lewat sistem standardisasi yang mengacu terhadap International Organization for Standardization (ISO). Penggunaan SNI dalam mekanisme tersebut, dinilai dapat tumpang tindih, supaya mengurangi efisiensi. Sementara itu perihal TKDN, Randy mengaku, sempat mendapatkan kasus di mana produk impor justru punyai kadar dalam negeri yang tinggi jual alat kesehatan .

Pasalnya, ada perbedaan tata cara penghitungan TKDN di Kementerian Perindustrian dan Kementerian Kesehatan. Baca Juga : Pengusaha Alkes Akan Rogoh Investasi Rp1,7 Triliun Dalam Dua Tahun “Ke depan perlu ada kejelasan [mengenai izin edar dan TKDN]. Kalau tidak, investor termasuk bingung. Akan ada investasi-investasi tambahan dikarenakan prosesnya perlu dipisahkan,” ujarnya. Dihubungi terpisah,

Plt. Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Arianti Anaya menjelaskan bahwa pemerintah telah sepakat perihal penghitungan TKDN yang telah diatur lewat Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin). Rumusan kebijakan perihal tata cara penghitungan TKDN alat kebugaran pun telah diubah dari skema ongkos to make, yang meliputi ongkos alat kerja, modal kerja, dan tenaga kerja, menjadi skema full costing. Skema full costing mencakup seluruh ongkos pembentuk harga barang jadi, di antaranya adalah ongkos handling barang jadi, tenaga kerja tidak langsung, pengujian, riset dan pengembangan, sertifikasi, pengawasan pascaproduksi, dan lain-lain. “Sudah [sepakat], kita memakai Permenperin,” kata Arianti.

Post Comment